Tiada mimpi yang tak beranak tangga, maka bermimpilah tinggi-tinggi.
Pernah saya dengar, salah-satu jalan untuk berbahagia adalah menjadi volunteer, karena volunteering adalah salah-satu bentuk kesyukuran. Sedang kesyukuran adalah penyembuh dan pembangkit terbaik. Kala itu, saya yang tengah jenuh dan bosan mendapat informasi dari teman tentang Kelas Inspirasi. Awalnya, sih, ragu. Saya tidak ingin menyesatkan anak-anak polos itu menjadi penulis dengan pendapatan dari royalti yang pasang-surut. Namun, akhirnya, di saat-saat terakhir mendaftar juga. It’s all about passion of life, not how you get a living.
Apa, sih, Kelas Inspirasi itu? Sempat heran sendiri mengapa banyak yang mengajukan pertanyaan ini. Well, here we go. Kelas Inspirasi merupakan program pengembangan dari Indonesia Mengajar. Bedanya, Indonesia Mengajar diprogram untuk satu tahun ditempatkan di daerah terpencil untuk mengajar, benar-benar mengajar mata pelajaran. Sedangkan Kelas Inspirasi adalah program mengajar satu hari ke Sekolah Dasar untuk menerangkan profesi kita, sehingga siswa-siswa SD terbuka wawasannya mengenai profesi yang ada di dunia dan bisa lebih dini mempersiapkan diri.
Kelas Inspirasi yang saya ikuti adalah Kelas Inspirasi Bandung angkatan ke-3. Jumlah peserta yang lolos seleksi (ya, kami diseleksi) sebagai relawan ada sekitar 500 orang. Pertemuan pertama kami diadakan di Gedung Sate. Saat itu, kami dikelompokkan menjadi kelompok-kelompok kecil. Saya masuk ke kelompok 35. Di kelompok 35 ini ada 17 relawan, 4 dokumentator, dan satu pendamping. Pada akhir Kelas Inspirasi, saya mensyukuri masuknya saya ke kelompok yang agak sengklek ini.
Sebelum terjun ke lapangan di hari H, kami tentu harus mengikuti survey dan membahas jadwal. Jadi kami sempat berkumpul beberapa kali. Dari kumpul-kumpul itulah kami semua menjadi dekat.
Seperti biasa, ditahan-tahan pun, waktu selalu dapat berlalu, effortlessly. Dan hari H datang juga. Hari H adalah hari yang menegangkan. Saya sempat beberapa kali mengajar, tetapi mengajar di kelas dengan materi yang ditentukan tentu saja berbeda dengan menerangkan profesi kita, apalagi profesi abstrak yang tidak mudah dimengerti anak-anak yang di usia perkembangannya memang belum mampu berpikir abstrak. Tapi, akhirnya, semua terselesaikan dengan baik. Dan, yang pasti, anak-anaknya senang dan (mudah-mudahan) terinspirasi.
Saat masuk, saya sadari, betapa tepatnya program ini. Sebelumnya, kebanyakan anak-anak ini ingin menjadi dokter, guru, polisi, tentara, dan profesi yang memang sering mereka lihat dan dengar, walau beberapa sudah ada yang menjawab ingin menjadi pengusaha hotel! Going extra miles banget, ya. Hehe… Namun, di akhir kelas, ada juga yang ingin jadi penulis seperti saya.
O ya, tiap volunteer memiliki gaya, profesi, dan karakter yang unik. Ini saya beri ulasan volunteer lain biar lebih kenal.
1. Attay
Kang Attay ini produser salah satu TV Nasional yang sering ditonton mahasiswa yang senang politik untuk mendapat isu-isu baru. Orangnya, nggak tahu ya, susah ngejelasinnya. Diem, tapi suka nyeletuk, sayang anak, dan eksis!
2. Abid
Volunteer yang ini berprofesi sebagai Network Engineer. Orangnya kalem, (sepertinya) sholeh, dan sayang orangtua. Sayangnya, karena terlalu kalem dan penyayang sama anak-anak, dia sempat dikerjai jadi satpam oleh anak-anak.
3. Adee
Penampilan volunteer yang satu ini menipu, sodara-sodara. Percayalah, walau beliau selalu pake topi seperti yang sering dipakai sutradara, ia bukanlah sutradara. Ia adalah seorang funding relation. Orangnya santai, misterius, sholatnya nggak pernah kelewat dan tepat waktu!
4. Desta
(Nama sebenarnya adalah…). (Dan saya baru ngeh ada orang seperti ini di bumi). Baiklah, (Kang) Desta yang rambutnya sering berubah warna ini announcer sekaligus sutradara. Orangnya gak-gak, humoris, dan cerdas. Kecerdasannya kadang membodohi kami. Hebatnya, keluar dari kelas, banyak anak yang ingin jadi seperti Kak Desta.
5. Eka
Lihatlah perlengkapannya saat masuk kelas. Mungkin kita akan mengira ia seorang petugas PLN. Anda tidak salah, mbak Eka memang petugas PLN, tapi bagian pengembangan kompetensi! Orangnya aktif, perfeksonis, talkative, dan suka bayarin angkot kalo jalan bareng (makasih mbak eka :D).
6. Endah
Kak Endah ini asisten manager quality control. Orangnya baik, cantik, lembut, keibuan, modis, dan Hi-Tech. Pokoknya, saya senang kalau ngedengerin Ka Endah bicara sama anak-anak. Saya juga seneng liat gesture-nya.
7. Icha
Saya bingung untuk menjelaskan perempuan ini. Ia pendiam, tapi supel. Senengnya karoke. Dia juga sholehan. Dan tangguh. Juga menyenangkan. Anggun juga. Pokoknya bingung ngejelasinnya. Icha yang berprofesi sebagai admin ini memiliki sifat-sifat yang bertentangan tapi saling melengkapi dan membentuk kesatuan yang cantik.
8. Inonk
Bukan nama sebenarnya. Dimana ada Inonk, di sana ada Aki Bereum (mobilnya). Sering banget saya tebengin. Profesinya adalah artwork interior design (udah bener nulisnya kan Nonk? hehe). Orangnya boyish, kadang kekanakan, mandiri, pinter, dan senang menolong.
9. Lukman
Melihat dirinya, Anda tidak akan merasa heran jika saya bilang dia adalah juragan burger. Memang dia CEO dan owner dari sebuah brand burger. Sialnya, saat masuk kelas membawa koran, dia disangka tukang koran oleh anak-anak. Yah, walaupun begitu, kalau sudah mendengarnya bicara, Lukman ini berwibawa dan luas pengetahuannya. Kalo nggak gitu, mana bisa jadi CEO sekaligus owner ya, Lukman?
10. Rubby
Rubby ini profesinya sebagai fasilitator sebuah program di Bandung. Jangan tanya, karena saya juga tidak mengerti pekerjaannya. Hehe. Tapi Rubby ini orangnya ramah dan santun.
11. Rudi
Pertama kali bertemu Kang Rudi, semua orang pasti sepakat dengan kata ini –dingin. Iya juga sih. Tapi kadang celetukkannya lebih gak-gak dari Desta. Kang Rudi berprofesi sebagai supervisor penjualan. Dia orangnya kalem, bertanggung-jawab (harus, karena dia ketua kelompok kami), well-groom, dan persuasif.
12. Syafrieda
Ibu Hamil yang cantik ini seorang Guru Biola. Orangnya ramah, ceria, dan asik banget. Nggak akan mungkin nggak ketawa deh kalo ketemu Teh Ida. Eh, tapi kalo udah mengeluarkan biolanya, Teh Ida ini bisa bikin satu kelas nangis saat denger lagu Bunda saking harunya (ketahuan, kami semua anak penuh dosa pada orangtua).
13. Syarifah Wulandari
Teteh ini pimpinan dari sebuah lembaga bimbingan belajar private di Bandung. Orangnya super sibuk, mandiri, dan sangat bersungguh-sungguh dengan usahanya.
14. Endang
Dokumentator. Hampir nggak ada fotonya (nasib dokumentator ya Ka Endang). Dari instagramnya, saya lihat ia senang keliling Indonesia. Ka Endang ini terbuka untuk sharing dan suka becanda juga. Satu lagi, senang menolong walaupun nggak diminta, makasihhh…
15. Ozi
Salah-satu orang yang hampir nggak ada fotonya. Ya, dia dokumentator juga. Selain dokumentator, Ozi ini seorang travel guide.
16. Rima
Lembut. Sumringah. Tidak sulit untuk disayangi.
Pokoknya, ini orang yang akan paling saya kangenin. Kalau Allah mau ngasih saya adik perempuan, Rima bolehlah jadi adik saya. Mau kan, Rim? Hehehe…
P.S. dia fotografer sekaligus mahasiswa yang foto-fotonya udah sering menang event, loh.
17. Fei
Beliau adalah pedamping kami. Dan sungguh, sampai akhir event pun saya tidak tahu nama aslinya! Kang Fei ini seorang pemilik resto di daerah Jatinangor dan sangat bertanggung-jawab terhadap kelompok kami.
18. Wulan Dewatra (saya)
Penulis muda yang berbahagia…
Tulisan ini panjang, ya. Pasti lelah bacanya.
Pokoknya, dengan ikut Kelas Inspirasi, selain bisa membuka wawasan anak-anak, kita pun dapat menambah pertemanan dan wawasan baru. Dunia ini tidak sempit, tetapi jejaring kita yang meluas. Tapi tetap, satu yang pasti, tujuan kami tetap satu, membuka wawasan anak-anak terhadap profesi yang ada di dunia ini, sehingga mereka memiliki peluang untuk menjadi orang dewasa yang melakukan hal yang mereka sukai dan berkontribusi bagi sesama.
Pada akhirnya, benarlah entah kata siapa itu, volunteering itu seperti maaf. Volunteering sesungguhnya bukan hadiah yang kita beri pada orang lain, tetapi hadiah yang kita beri pada diri sendiri.
Salam dari kami, Kelompok 35 SDN Binaharapan. Sampai jumpa di Kelas Inspirasi 4. Sekian.
Ditulis oleh Wulan Dewatra, 22 Februari 2015
Tulisan ini dimuat pula di blog dewatrawulan.blogspot.com
*picture taken by Endang