Ditulis oleh relawan Kelas Inspirasi Bandung:
Indi Sugar Taufik
Datang untuk Menginspirasi, Tapi Pulang dengan Membawa Sejuta Inspirasi :)

Halo! Namaku Indi Sugar Taufik dan aku adalah seorang penulis.
Ini adalah kali pertama aku mengikuti Kelas Inspirasi. Sebenarnya sudah sejak beberapa tahun yang lalu teman-teman pembaca mendukungku untuk mengikuti Kelas Inspirasi, tapi aku selalu ragu.
Pasalnya aku merasa belum pantas disebut sebagai “profesional”. Meski aku sudah menulis sejak usia 7 tahun, tapi rasanya aku masih harus belajar π Sampai akhirnya tahun ini aku mendapat dukungan semakin banyak, rasanya aku lebih percaya diri. Dan setelah kupikir, mengapa aku harus menunggu lebih lama? Lebih baik aku berbagi apa yang kumiliki sekarang, karena ilmu tentu akan semakin bertumbuh tak disimpan sendiri.
Singkat cerita aku ditempatkan di SDN Griba 13 Bandung bersama belasan orang lainnya dari kelompok 50. Perasaan deg-degan terasa ketika aku memasuki kelas pertama, yaitu kelas 1-C, tapi aku yakin pengalamanku menjadi pengajar selama 3 tahun di salah satu preschool internasional akan membantu π
Segera setelah aku menyapa anak-anak, —atau “adik-adik” karena mereka ngotot memanggilku “Kakak”, hehehe, —perasaan deg-degan pun segera berganti dengan semangat. Mereka begitu welcome dan antusias dengan kedatanganku. Karena waktu ajar perkelas dipukul rata menjadi hanya 30 menit, aku langsung memperkenalkan diri dan bercerita tentang profesiku. Istilah “penulis” rupanya belum akrab di telinga mereka, bahkan ada yang mengira bahwa penulis adalah kata lain dari pelukis. Tapi setelah aku menjelaskan tentang peran penulis dalam kehidupan sehari-hari mereka langsung mengerti π
Sengaja aku tak menjelaskan secara mendetail karena tujuanku hanya untuk mengenalkan bahwa di dunia ada berbagai macam profesi yang menyenangkan, dan penulis adalah salah satunya. Dalam proses perkenalan ini aku usahakan agar berlangsung dengan menyenangkan. Misalnya saja ketika aku menjelaskan tentang alur, latar dan tokoh dari sebuah cerita, aku tanyakan pada mereka cerita apa yang ingin dijadikan contoh. Adik-adik di kelas 1 kompak menjawab SpongeBob Squarepants, sementara di kelas yang lebih tua jawabannya lebih bervariasi; Upin-Ipin dan Frozen! Dengan mengikuti apa yang mereka sukai, istilah-istilah dalam dunia menulis pun lebih mudah dipahami. Aku amaze sekali dengan adik-adik di kelas 1 yang sudah tahu beda alur maju dan mundur lewat salah satu episode Spongebob.
Penulis tidak selalu identik dengan buku, karena yang menulis naskah film atau lagu pun sama-sama disebut penulis. Lagi-lagi dengan mengikuti apa yang mereka sukai aku menyebutkan contoh-contohnya (—-dan wow, aku jadi sadar kalau lagu “Sambalado” begitu terkenal di kalangan anak-anak, hehehe). Ada moment lucu tapi juga cerdas yang aku alami di kelas 3. Yaitu ketika ada seorang anak dengan wajah terkejut berkomentar, “Jadi film horor itu ditulis orang ya, Kak? Hantunya juga pura-pura dong, kaya cerita Spongebob!” Sontak aku tertawa mendengarnya, apalagi ketika ia menambahkan bahwa suatu hari ia akan membuat cerita yang lebih bagus agar bisa bekerja di Hollywood. Semoga berhasil, kiddo! π
Karena sebagian besar dari mereka adalah penggemar berat Spongebob, aku pun menamai alat peraga mengajarku dengan “kotak imajinasi”, —seperti permainan kesukaan Spongebob dan Patrick. Menjadi seorang penulis terkadang harus menjelaskan sesuatu yang tak terlihat, —yang sifatnya imajinatif. Jadi aku mengajak adik-adik untuk menebak benda-benda yang berada di dalam kotak tanpa harus melihatnya. Tak disangka semangat mereka untuk maju ke depan kelas besar sekali, meski beberapa dari mereka minta dibisiki bocoran viariasi kata agar teman-temannya bisa membayangkan benda yang mereka pilih dari dalam kotak. Sepertinya ini adalah aktivitas favorit mereka ketika bersamaku di kelas, adik-adik di kelas 6 bahkan meminta waktu ekstra 5 menit agar bisa bermain lebih lama.
Pertemuan di kelas aku tutup dengan mengajak mereka bernyanyi bersama. Sengaja aku membawa ukulele dari rumah, sekaligus sebagai contoh dari profesi penulis lagu. Lagu yang kami nyanyikan berjudul “Raihlah Cita-Cita”, liriknya ditulis olehku dengan nada sederhana yang mirip seperti lagu “ABC”.
“Ayo kawan kita bersama
Raihlah Cita-Cita
Jadilah apa saja
Semua yang kau suka.”
Menjadi inspirator pengajar adalah pengalaman yang sangat berharga. Banyak moment mengharukan dan mengejutkan yang aku alami. Seorang anak bernama Damian masuk ke kelasku sebanyak 2 kali, padahal teman-temannya sudah pulang (kelas 1 dan 2 pulang lebih awal). Ketika kutanya alasannya rupanya ia ingin mendengar ukuleleku lagi, katanya dulu ia hanya tahu bahwa itu adalah ‘gitar kecil yang dibawa pengamen’, hehehe. Atau ketika adik-adik dari kelas 6 mengajakku selfie agar mereka tak lupa bahwa pernah bertemu denganku. Rasanya aku ingin memeluk mereka satu persatu dan mengucapkan terima kasih karena telah membuat hari itu menjadi salah satu hari terbaik di hidupku. Bertemu dengan adik-adik di SDN. Griba 13 mengingatkanku bahwa terwujudnya cita-cita berawal dari semangat yang besar dan tanpa rasa takut.
Aku datang untuk menginspirasi, tapi aku pulang dengan membawa sejuta inspirasi dari mereka! Thanks a lot untuk kesempatannya, Kelas Inspirasi π
salam,
Indi