Ditulis oleh relawan Kelas Inspirasi Bandung:
Farishadi Rukandi
Sehari Mengajar, Selamanya Terinspirasi

Berawal dari banyaknya postingan mengenai KI Bandung 4 ini di media sosial, saya pun jadi sedikit terpanggil untuk berpartisipasi jadi inspirator. Meskipun awalnya ragu, panitia KI masih rajin mengirimi saya email mengenai tips dan trik mengajar di KI, undangan briefing, dll secara berkala.
Hingga hari briefing pun tiba, saya yang sudah merencanakan hadir ternyata mendadak berhalangan dan menyebabkan motivasi saya yang semula di 50% menurun ke 20%. Kemudian, malam hari selepas briefing tiba-tiba WhatsApp di HP saya bertambah group-nya. Ternyata saya tetap di invite bergabung ke group WA Kelompok 37 KI Bdg 4, which later on this group then be the real game changer..
Group WA ini, kalau nggak bisa dibilang aktif, kata-kata yang lebih pas untuk menggambarkannya adalah hiperaktif! Gimana enggak, meleng 1-2 jam dari HP group ini bisa menambah 100-200 chat notification dan bisa bertambah jadi dua-tiga kali lipatnya di waktu after office hour. Mulai dari countdown hari inspirasi sampai ke persiapan dengan perintilan yang paling kecil semuanya dibahas. Tanpa disadari, group ini kemudian jadi bagian yang menambah keseruan kegiatan saya sehari-hari. Saya pun tertular semangat group ini yang demikian menggelora dan berapi-api sehingga perlahan-lahan, meskipun di group itu saya relatif pasif, motivasi saya semakin hari semakin meningkat bahkan sampai bikin nggak sabar rasanya ingin cepat sampai ke hari inspirasi.
Waktu berjalan semakin mendekati hari inspirasi, teman-teman di Kelompok 37 sudah semakin matang persiapannya untuk tampil maksimal di hari H yang terlihat dari berbagai macam sharing di Group WA. Sementara saya masih larut dalam kesibukan kantor sehari-hari tanpa menyadari ternyata sudah H-2, baru deh kemudian rasanya merinding disco karena belum ada persiapan apa-apa. Di malam hari saya baru mulai riset dan cari tau materi/bahan ajar apa saja yang harus dipersiapkan, blogwalking dan streaming banyak video KI di youtube untuk cari referensi.
And I did feel completely lost, at the time… Stress dan super pusing gimana caranya jelasin profesi saya ke anak usia SD. Saya bekerja di perusahaan migas dengan role saat ini di bagian Commercial B2B untuk bisnis Downstream. Kadang menjelaskan tentang kerjaan saya ke orang dewasa pun agak susah, ini harus bercerita di depan anak SD pasti akan jauh lebih challenging. Dari beberapa referensi blog, salah satu trik yang saya pelajari adalah banyak menggunakan media sehingga lebih atraktif dan akan membuat lebih mudah mendapatkan perhatian anak SD.
H-1 saya persiapkan bahan ajar dengan print beberapa gambar yang relevan dengan profesi saya (sumur minyak, pompa angguk, pabrik pengolahan minyak, truk/kapal pengangkut minyak, pom bensin/spbu, produk turunan dari minyak bumi; pelumas, aspal, plastik, dll). Tapi tetep aja, I still had no idea what am I going to do in the classroom.. Saya coba rencanakan dan simulasikan apa yang akan saya lakukan di kelas nanti selama 35′ jam pelajaran: kenalan dan tanya cita-cita masing-masing selama 10′, menjelaskan profesi 15′, diskusi & tanya jawab 5′, kesimpulan dan penutupan 5′. Malam hari saya coba dry run, latihan di depan kaca, seolah besok saya akan presentasi proposal bisnis ke tim manajemen di kantor.
Hari H pun tiba, saya berangkat dari kediaman saya di daerah Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pukul 3.30. Luar biasa memang KI Bandung ini, di Kelompok 37 sendiri ternyata hampir separuhnya bekerja dan berdomisili di Jabodetabek bahkan ada yang berangkat dari Cilegon, Banten yang pastinya berangkat jauh lebih pagi dari saya untuk menuju ke SDN Cimuncang 7 tempat kami mengajar.
Jam 6.15 saya tiba di sekolah, bangunan sekolah SDN Cimuncang 7 menjadi satu dengan SDN Cimuncang 1,2, dan 6 sehingga jumlah siswanya pun cukup banyak. Apel pagi dimulai tepat pukul 7.00, jantung saya berdegup kencang sejak menginjakkan kaki di wilayah SD ini.. rasanya mirip dengan 3 tahun lalu ketika saya hendak mengucapkan akad nikah. Setelah sesi sambutan dan penampilan qasidahan dari murid SD, para inspirator pun dipanggil ke depan untuk memperkenalkan nama dan profesinya masing-masing secara bergantian. “Nama saya Faris, profesi saya Tukang Jualan Minyak..” Demikian perkenalan singkat yang saya sampaikan di depan lapangan langsung disambut dengan beberapa tawa kecil serta cekikikan anak-anak lincah di beberapa penjuru lapangan upacara.
Jam belajar pun dimulai, saya kebagian mengajar di kelas 2B, 6A, dan kelas 5. Saya mulai mengajar di jam kedua, 5 menit sebelum giliran saya masuk kelas, jantung saya semakin berdebar kencang. Semua hal berkecamuk dalam pikiran, what if things are not going well?Gimana kalo saya garing?Gimana kalo anak2nya jadi bete dan jenuh.. Dan ‘gimana-gimana’ yang lain sampai pengajar pun keluar kelas. “Gimana barusan? Lancar..?” Tanya saya, tak ada jawaban, hanya ada senyum dan komentar singkat “Wow deh pokoknya..” Oke, sekarang giliran saya, sembari mengingat persiapan dan latihan semalam, saya melangkah masuk ke ruang kelas 2B.
Saya dorong perlahan pintu kelas sambil tersenyum selebar-lebarnya berusaha menutupi kegugupan saya, seisi kelas menyambut dengan salam yang diucapkan setengah berteriak “Assalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh” yang terdengar tidak kompak namun tetap super nyaring dari seluruh penjuru ruangan kelas.
Terdapat 30 orang siswa di kelas 2B, dan 3 detik pertama cukup memberikan kesan bahwa apa yang telah saya siapkan tidak akan berjalan smooth sesuai dengan apa yang saya bayangkan. Perkenalan 10′, materi 15′, dll.. BIG NO! Sejak sesi perkenalan saya mulai, tiba-tiba ada anak yang berkelahi di sudut kanan kelas, ketika saya coba pisahkan, ada kelompok anak lainnya di sudut kiri kelas yang juga berkelahi, sebagian teriak2 minta pulang, sebagian teriak minta keluar dan main di lapangan, sebagian teriakan lain terdengar, ditambah lagi ada anak2 yg ngumpet di bawah meja guru, berdiri di atas meja, dll.. Suasana yang menurut saya cukup chaos and absolutely out of control.
Akhirnya, saya mencoba menarik perhatian dengan bertepuk tangan kencang. “Anak-anak, sekarang kita main ya.. Kalau bapak bilang 3, dalam sepuluh hitungan berkumpu buat kelompok yang terdiri dari 3 orang ya..” Cukup efektif, 70% anak2 mulai mendengarkan saya dan ikut dengan permainan yang saya buat, memang masih ada sekelompok kecil anak yang berkelahi, namun saya biarkan saja dan berharap mereka akan bubar dengan sendirinya dan bergabung membaur ikut bermain dengan anak yang lainnya. Permainan berikutnya saya coba korelasikan dengan profesi saya, yaitu role play kegiatan di SPBU dimana ada anak yang jadi petugas pompa bensin dan ada yang jadi konsumen yang mau mengisi bensin di kendaraannya. Memang nggak sama sih dengan apa yang jadi role saya di tempat bekerja, tapi at least saya bisa bercerita tentang industri tempat saya bekerja yaitu industri hilir migas. Plus saya bisa cerita tentang nilai moral lainnya seperti belajar antri, jujur, dll.
35′ yang layak masuk nominasi momen paling seru dan mendebarkan dalam hidup saya pun berakhir, saya bergegas menuju ruang berikutnya, kelas 6A. Secara mental sebetulnya saya belum sepenuhnya recovery, masih ada sedikit rasa shock dimana apa yang sudah saya siapkan ternyata nggak kepake, apa yang sebelumnya saya bayangkan ternyata jauh berbeda dengan kenyataan, apa yang selama ini saya kira bakal nggak gampang ternyata aslinya super sulit bin susah buanget. Tapi the show must go on, and here we go di kelas berikutnya.
Murid di kelas 6 secara fisik jauh berbeda dengan murid di kelas 2B. Udah pada tinggi besar bersiap masuk ke usia remaja. Secara mental, rasanya, anak2 di kelas 6 ini udah dewasa semua: patuh, nurut, diem, anteng, kalau dibandingkan dengan suasana di Kelas 2B layaknya musik heavy punk metal vs musik jazz klasik. Di kelas ini baru saya bisa perform sebagaimana saya persiapkan sebelumnya. Meskipun saya merasa murid2 di kelas 6 ini agak tegang, lebih tegang ketimbang saya. Metode-metode ice breaking yang saya pelajari via Group WA seperti tepuk semangat, tepuk superman, yel-yel, dll lumayan berguna untuk memecah ketegangan.
Selesai mengajar di Kelas 6 berarti masuk jam istirahat. Kami para inspirator pun berkumpul di ruang guru, bertemu dengan guru betulan, hal pertama yang saya lakukan ketika bertemu mereka adalah bertanya, khususnya ke guru yang mengajar di kelas 2B “How come they can survive of having this situation in a daily basis?” Dan sejak saat ini, I will never look elementary school teacher the same way again, ever! They are the true hero! Rasanya saya pengen kembali ke SD dan ketemu guru-guru saya dulu, bersujud, sungkem, dan minta maaf. How naughty I was back then, and how much did I cause trouble for them.. Ah, guruku pahlawanku! Sampe sekarang nggak kebayang, gimana caranya mereka bisa ‘mendidik’ anak kelas 2B itu, mengajari mereka berhitung, menulis, dll disaat membuat satu kelas duduk diam di meja masing-masing saja seolah hal yang mustahil. Anyway, sekali lagi salam hormat untuk semua guru SD di Indonesia!
Saya menutup hari itu dengan mengajar di jam terakhir di Kelas 5. Kalau diibaratkan dengan fine dining, Kelas 5 adalah dessert. Save the best for the last! Kelasnya seru, komunikatif, hangat, antusias, namun bisa tetap tertib. Terima kasih untuk para inspirator yang telah mengajar di kelas ini sebelumnya, you guys did a very good job. Mood kelas ini sungguh luar biasa, para murid pun punya cita-cita yang nggak tipikal dokter, polisi, dan tentara saja tapi jauh lebih beragam. Di kelas ini ada anak yang ingin jadi arsitek, pemain sepak bola, dokter gigi, dokter anak, ustad, dan yang paling luar biasa: Presiden! How lovely, meskipun saya belum berhasil mengispirasi seorangpun anak bercita-cita menjadi Tukang Jualan Minyak :D.
Di ujung acara, semua cita-cita itu dituliskan dan secara seremonial dimasukkan kedalam toples, yang mudah-mudahan 20 tahun lagi ketika anak-anak itu sudah berhasil meraih mimpi-mimpinya mungkin akan ada sedikit memori tentang hari ini ketika mereka melihat toples itu dan membaca kembali tulisan di dalamnya (semoga toples dan isinya masih ada!).
Hari yang fantastis ini ditutup dengan refleksi. Dimana saat itu kami dibagikan sebuah kuesioner yang entahlah, saya tidak cukup merasa berkompeten untuk menilai kualitas kurikulum, infrastruktur, kualitas guru SD, hanya saja buat saya acara KI ini sungguh luar biasa! Setidaknya untuk saya pribadi. So, terima kasih banyak KI, sudah membuat saya sangat terinspirasi.
Spesial kredit untuk semua member Kelompok 37: kang Bonti – Pak Ketu, kang Surya, teh Icha, mang Oded, kang Nanang, teh Audhy, kang Lugas, teh Fitri, teh Rahma, kang Dyki, teh Teni, kang Aip, kang Ugi, teh Lina, kang Bayu dan pembimbing kelompok, teh Pipit.. You guys are the best! Tanpa kehangatan Kelompok 37, pasti saya nggak akan ketularan semangat dan mungkin nggak ada cerita saya bisa ikutan KI Bandung 4 sampe hari H. Ditunggu banget edisi reuniannya, pasti bakal kangen ratusan notifikasi WA yang lumayan nguras batre dan kuota selama masa persiapan hari inspirasi! Wish you all guys a successful journey ahead 🙂